BAB I
PENDAHULUAN
Kebudayaan adalah totalitas latar belakang system nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Itu merupakan seluruh gagasan, tidakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan sekaligus menjadi identitas masyarakat yang bersangkutan sehingga dalam kenyataannya tidak ada dua masyarakat yang kebudayaannya seluruhnya sama. Melihat demikian beragamnya kebudayaan, seperti beragamnya lingkungan, maka dapat dikatakan bahwa kebudayaan itu merupakan suatu respon terhadap lingkungan sekitar. Baik lingkungan manusia maupun lingkungan alam. Respon itu tidak akan sama dari suatu masyarakat ke masyarakat lain, karena manusia mempunyai kemampuan kreatif.
Begitu juga dengan masyarakat Banjar, banyak sekali budaya serta adat yang sampai sekarang oleh sebagian orang masih dipertahankan dan dilakukan. Dengan tujuan untuk mempertahankan adat, juga sebagian orang ada yang berpendapat apabila tidak dilakukan takut terjadi hal-hal yang mungkin tidak diinginkan, dan berharap akan ada berkah apabila melaksanakannya. Upacara adat ini erat kaitannya dengan suatu doa atau amalan, mantra dan isim yang konon berguna atau bermanfaat untuk mewujudkan tujuan seseorang yang mengamalkannya dengan tujuan antara lain; supaya dilihat orang lebih rupawan, supaya dilihat orang awet muda dari usia sebenarnya, dan Supaya kebal atau tahan senjata tajam serta mempunyai kekuatan luar biasa.
Di makalah yang singkat ini kami berusaha akan menjelaskan seputar Mandi Pengantin; asal usulnya, tempat dan waktu pelaksanaannya, peralatan dan bahannya, sampai proses acara dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Upacara mandi-mandi juga disebut dengan Badudus. Istilah Badudus juga dikenal dengan sebutan Bapapai. Sesuai dengan namanya, makna Badudus secara umum adalah ritual yang dilakukan untuk membersihkan jiwa dan raga.
Badudus merupakan tradisi tolak bala masyarakat banjar di sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan. Badudus menjadi sarana untuk membentengi diri dari masalah-masalah kejiwaan, yakni dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam. Dengan kata lain, Badudus merupakan sarana untuk menangkal penyakit, baik penyakit lahir atau batin.
- Asal-usul
Secara khusus, Badudus bisa dilaksanakan untuk tiga subjek yang berbeda-beda, meski dengan tujuan yang kurang lebih sama. Pertama, pelaksanaan Badudus untuk peralihan status calon pengantin dalam rangkaian upacara pernikahan adat banjar, atau sering disebut dengan istilah Mandi Pengantin. Tujuan pelasanaan ritual Mandi Pengantin adalah untuk membentengi pengantin dari berbagai gangguan yang tidak diinginkan. Jika tidak dipersiapkan penangkalnya, dikawatirkan kedua mempelai yang hendak malangsungkan pernikahan akan terserang penyakit dan kehidupan rumah tangganya kelak akan digoyahkan oleh berbagai macam rintangan. [1]
Kedua, ritual Badudus yang dilakukan oleh orang yang akan menerima gelar kehormatan. Misalnya sebagai bagian dalam upacara penobatan raja atau upacara pemberian anugerah kebangsawanan dari kerajaan kepada orang-orang yang telah ditentukan. Maksud dilaksanakannya ritual Badudus dalam konteks ini adalah sebagai pelindung agar raja yang akan dinobatkan terbebas dari segala macam penyakit, baik lahir maupun batin, dan dapat menjalankan pemerintahan atau tugasnya dengan baik, bersih dari tindakan yang tercela, dapat berlaku adil, dan memikirkan kepentingan rakyat banyak. [2]
Ketiga, adalah Badudus Mandi Tiang Mandaring, yakni ritual Badudus bagi perempuan Banjar yang dilakukan pada saat masa kehamilan pertama. Dalam konteks ini, ritual Badudus dilaksanakan dengan tujuan supaya sang calon ibu dapat melahirkan dengan mudah dan tidak ada halangan. Selain itu, agar si jabang bayi lahir dengan sempurna tanpa ada cacat apapun juga. [3]
Asal-muasal munculnya ritual Badudus ditengarai dari tradisi yang berlaku pada zaman Kerajaan Negara Dipa (sekitar tahun 1355 Masehi) dan Kerajaan Negara Daha (sekitar tahun 1448 M). Dua kerajaan yang muncul secara berurutan ini merupakan bagian dari mata rantai sejarah Kesultanan Banjar yang baru didirikan pada tahun 1526 M. [4] Masyarakat assat Banjar meyakini bahwa ritual Badudus harus dilakukan pada waktu-waktu tertentu sebagai bentuk penghormatan kepada tokoh-tokoh Kerajaan. Masyarakat lokal percaya bahwa leluhur mereka itu masih hidup di alam gaib dan sewaktu-waktu dapat diundang dalam acara-acara ritual tertentu. Kepercayaan ini di anut secara turun-temurun, dan jika tidak dilaksanakan, maka diyakini dapat menimbulkan malapetaka. [5] Pada zaman dahulu, Badudus menjadi ritual yang khusus dilakukan hanya pada saat acara penobatan seorang raja. Ritual ini hanya boleh dilakukan oleh para keturunan raja saja, yakni orang yang masih memiliki garis darah dengan raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Negara Dipa maupun Kerajaan Negara Daha.
Setelah tidak adanya kerajaan di tanah Banjar, acara Badudus tetap dilaksanakan meski dalam konteks yang berbeda, yakni sebagai rangkaian upacara perkawinan adat Banjar dan upacara kehamilan pertama. [6]
- Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Ritual adat Badudus dilangsungkan di tempat-tempat yang telah ditentukan, yaitu di dalam rumah atau di halaman rumah. Badudus juga bisa dilaksanankan di tempat tertentu yang telah dibuat bangunan berbentuk segi empat, di mana masing-masing sudut tiangnya ditanami tebu.[7] Tempat yang akan digunakan untuk pelaksanaan ritual Badudus hendaknya diberi atap dan batas berupa kain berwarna kuning yang mengelilingi area utama. Sedangkan untuk alasnya, bisa menggunakan tikar atau karpet berwarna. Tempat dilaksanakannya ritual Badudus ini disebut pagar mayang. [8]
Dalam prosesi pernikahan adat Banjar, ritual Badudus dilakukan pada tiga hari sebelum hari perkawinan. Waktu pelaksanaan ritual Badudus adalah pada sore atau malam hari. [9] Sedangkan dalam prosesi awal penobatan raja, ritual Badudus dilaksanakan dua hari sebelum acara puncak penabalan, dan dalam konteks upacara untuk memperingati kehamilan pertama, ritual Badudus dilakukan ketika usia kehamilan mengijak 7 bulan. [10]
- Peralatan dan Bahan
Peralatan dan bahan yang harus disiapkan dalam melaksanakan ritual Badudus adalah sebagai berikut :
a. Piduduk dan Sasangaan ;
· Beras putih bersih
· Pisau
· Nyiur dan Gula habang
· Jarum dan Benang
· Rokok
b. Perlrngkapan dan Bahan Lainnya ;
· Dadampar, yaitu tempat duduk (untuk duduk bersimpuh) bertingkat dua yang dilapisi kain satin atau bahan lainnya yang berwarna kuning. [11]
· Sasangaan Kacil, untuk bahan lulur, yakni berupa lulur putih yang dibuat dari tepung beras dan sedikit kunyit.
· Mangkuk Kaca, untuk wadah bahan keramas. Pada zaman dulu, bahan keramas menggunakan langir yang sudah dihaluskan, namun untuk sekarang bisa menggunakan shampo.
· Gelas Dandang atau Baskom Kanal, untuk tempat menampung air bunga 7 rupa.
· Poci atau Teko, untuk tempat menampung air yang digunakan sewaktu berdoa.
· Tempayan atau guci, untuk tempat menampung air mayang, yang terdiri dari mayang mengurai dan mayang terbungkus.
· Tempayan atau guci lagi untuk menampung air bersih.
Seluruh perlengkapan dan bahan di atas disusun rapi sesuai dengan urut-urutan rangkaian acara dan semua bahan tersebut dimasukkan ke dalam pagar mayang. Selain itu, terdapat perlengkapan dan bahan yang tidak dimasukkan ke dalam pagar mayang, yaitu dua tampah kuningan yang masing-masing berisi Gunung Emas (terdiri dari ketan lemak yang dihiasi dengan wajik) dan Gunung Perak (terdiri dari ketan lemak yang dihiasi dengan telur dadar), serta perlengkapan lain yang digunakan selama prosesi Badudus. [12]
Sebelum ritual Badudus dilaksanakan, terlebih dahulu harus dilakukan beberapa langkah-langkah persiapan beserta peralatannya, yakni sebagai berikut :
- Pembuatan panggung balai dengan ukuran 4x4 meter dan menghadap ke arah marahari terbit.
- Pemasangan tiang balai dengan perincian ; 4 tiang batang bambuu, dan 1 tiang dari potongan bambu kuning.
- Penyedian batang manisan (tebu) dan batang timbarau yang didirikan di puncak tiang bambu kuning.
- Penyediaan 4 buah payung, masing-masing payung ditempatkan di puncak tiang bambu kuning.
- Pemasangan atap atau langit-langit denan kain berwarna kuning (warna khas melayu). Sudut-sudut kain diikatkan di bawah payung.
- Pemasangan tali lawai kuning dengan 3 tingkat yang menjadi penghubung antar tiang.
- Pemasangan hiasan janur kuning dengan ayaman khas Banjar, dan kemudian diaktifkan pada tiang pintu.
- Pemasangan alas dengan tikar atau karpet berwarna, ditempatkan pada 3 undakan.
- Pemasangan daun penangkal, yakni berapa daun linjuang, kambat, ketapi, dan jaruju, yang dipasang di 4 tiang bambu kuning.
- Penggantungan wadai-wadain.
- Penggantungan kembang-kembang mayang pada tali lawai.
- Mempersiapkan perlengkapan yang akan digunakan di dalam balai padudusan, yaitu nampan yang beralaskan kain kuning dan 8 guci yang berisi 8 macam air (7 air sumur atau sungai dan 1 air yasin untuk dido’akan).
- Mempersiapkan tajau banyu, yakni guci yang berisi air bersih untuk berbilas.
- Mempersiapkan guci yang berisi air rendaman bunga mawar, bunga melati, bunga cempaka, 1 ikat dedaunan (daun linjuang, kambat, ketapi, dan mayang maurai).
- Mempersiapkan nyiur anum atau kelapa muda yang sudah dipangkas ujungnya.
- Mempersiapkan mangkuk untuk bahan keramas atau shampo, mangkuk untuk bahan lulur, dan mangkuk untuk tapung tawar.
- Mempersiapkan tapih untuk berganti pakaian mandi, handuk, dan baju untuk dikenakan sehabis mandi. [13]
- Prosesi Acara
Tidak semua orang yang akan kawin harus menjalani upacara mandi, konon yang harus menjalaninya ialah yang keturunannya secara turun temurun memang harus menjalaninya.[14] Badudus Mandi Pengantin dilaksanakan 3 hari sebelum hari perkawinan, tepatnya pada waktu sore atau malam hari. Proses pelaksanaan Badudus dimulai dengan ritual mencukur alis calon pengantin perempuan dan dibentuk cacantung (cambang) rambut di pinggir dahi serta dirias secukupnya. Dalam prosesi ini, disediakan pula piduduk (sajian untuk sesaji) yang berupa seekor ayam betina untuk calon pengantin perempuan dan seekor lagi ayam jantan untuk calon pengantin pria. Selain itu, disediakan juga beras ketan, 3 buah telur ayam, gula merah, 1 buah kelapa, sebatang lilin, dan uang perak. [15]
Terdapat aturan khusus dalam pelaksanaan Mandi Pengantin. Apabila calon pengantin perempuan calon pengantin perempuan sudah pernah nikahkan, maka yang dimandikan adalah kedua calon mempelai. Namun apabila calon pengantin perempuan belum pernah menikah, maka calon pengantin pria tidak ikut dimandikan.[16] Di dalam pagar mayang ditempatkan papan cuki (dadampar) sebagai tempat untuk memandikan, dan sekelilingnya disediakan berbagai perlengkapan, seperti bedak kuning, shampo untuk keramas, tempayan berisi air bunga-bungaan, dan lain-lainnya. Orang-orang yang bertugas memandikan adalah 7 orang perempuan berusia lanjut yang bergantian dalam menjalankan tugas, yakni memandikan calon pengantin. Setelah ritual Badudus selesai dilakukan, selanjutnya adalah acara selamatan yakni jamuan makan nasi balamak (nasi ketan) dan pisang emas. [17]
- Nilai-nilai
Secara umum, nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaan ritual Badudus adalah kebersihan jiwa dan raga dari segala penyakit, baik lahir maupun batin. Sedangkan secara lebih khusus, ada beberapa peralatan dalam ritual Badudus yang mengandung nilai-nilai tertentu, yaitu antara lain ; [18]
· Beras putih bersih, melambangkan citra rezeki yang halal.
· Pisau yang tajam dan berhulu padat, melambangkan citra wibawa yang kharismatik dan berpwgang pada keyakinan yang teguh.
· Nyiur dan Gula Habang (gula merah), melambangkan bahasa dan tata laku persaudaraan.
· Telur ayam, melambangkan harapan dan kekuatan generasi.
· Jarum dan Benang, melambangkan kesediaan menelusuri dan menyulam masa depan.
· Ritual Bacarmin yang dilakukan secara bergantian atau berputar sebanyak 7 kali putaran sebagai simbol 7 lapisan langit, melambangkan manusia harus berkaca atau intropeksi diri.
BAB III
PENUTUP
Ritual Badudus atau Upacara Mandi Pengantin adalah salah satu ritual adat masyarakat Banjar yang sudah dilakukan secara turun-temurun. Dan pada hakikatnya acara-acara seperti ini memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk membersihkan fisik dan mental manusia dan berbagai hal yang membahayakan, baik lahir maupun bathin. Yang perlu kita perhatikan bersama bahwa acara seperti ini jangan sampai melanggar atau keluar dari syariat Islam yang di ajarkan Rasulullah saw. Wallahu ‘alam bisshawwab...
DAFTAR PUSTAKA
Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar (Diskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar), (Jakarta ; PT RajaGrafindo Persada, 1997)
Syamsiar Seman, Pengantin Adat Banjar Kalimantan Selatan, (Banjarmasin ; Bina Budaya Banjar, t.th)
Arsyad Indradi, “Badudus, Acara Adat Banjar Mandi-mandi dan Selamatan Tahunan”, dalam http://sastrabanjar.blogspot.com
“Balai Patataian”, dalam http://kerajaanbanjar.wordpress.com
Fahrurraji Asmuni, “Badudus, Acara Bamandi-mandi Penganten Banjar”, dalam http://www.karyaraji.blogspot.com
Ira Mentayani, 2008. “Jejak hubungan arsitektur tradisional Suku Banjaran dan Suku Bakumpai”, dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Vol. 36, No. 1, Juli 2008, dalam; www.MelayuOnline.com
M. Suriansyah Ideham, et al., Urang Banjar dan Kebuudayaannya (Banjarmasin: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Pustaka Banua, 2007), dalam; www.MelayuOnline.com
Cucep, 2011, “Perkawinan Adat Banjar di Lingkungan Kelurahan Teluk Tiram Kecamatan Banjarmasin Barat”, dalam http://www.cupep.blogspot.com
[1] M. Suriansyah Idham, et al., Urang Banjar dan Kebudayaannya. Banjarmasin : Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Pustaka Banua, 2007, dalam ; www.MelayuOnline.com
[2] Fahrurraji Asmuni, dalam ; www.karyaraji.blogspot.com
[3] Asmuni, dalam ; www.karyaraji.blogspot.com
[4] Ira Mentayani, Jejak Hubungan arsitektur tradisional Suku Banjaran dan Suku Bakumpai, dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Vol. 36, No. 1, Juli 2008, www.MelayuOnline.com
[5] Arsyad Indradi, dalam ; http://sastrabanjar.blogspot.com
[6] Iswara N. Raditya, dalam ; www.MelayuOnline.com
[7]Batang tebu yang dijadikan sebagai tiang ; supaya tegak ditancapkan dibatang pisang, kadang diperkuat dengan kayu atau bambu dan konon dahulu ditambahkan tombak dan payung pusaka. Pada tiang-tiang diikatkan benang lawai berwarna kuning, kemudian digantungkan berbagai hiasan, antaralain berbagai jenis peganaan (termasuk pisang) dan tak ketinggalan mayang pinang. Penggunaan pagar mayang sebagai tempat mandi hanyalah suatu keharusan atau sesuatu yang ideal saja, dan banyak juga yang tidak menggunakannya dengan melaksanakannya ditempat yang terbuka.
[8] Adjim Arijadi, dalam www.MelayuOnline.com, lihat juga Hasil penelitian Alfani Daud dalam bukunya “Islam dan Masyarakat Banjar (Diskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar)”, bahwa di Martapura pagar mayangnya berukuran sekitar 1,5 kali 2 m, yang dibangun di bagian depan atau belakang rumah yang tidak berdinding dan tidak beratap (palatar). Di Rangas dan Anduhum memandikannya di atas panggung yang juga akan digunakan sebagai tempat bersanding kedua pasangan dihadapan orang banyak dan tempat pemain orkes atau rebana.
[9] Ibid, Idham, et al., www.MelayuOnline.com, lihat juga ; Alfani Daud, bahwa dilakukannya acara Badudus Mandi Pengantin sejak sehari sebelumnya atau pada waktu malam menjelang bersanding, atau pagi hari sebelum bersanding, dan tidak diketahui sebab alasan terjadinya perbedaan waktu tersebut. Misalnya di Akar Bagantung waktunya pada malam hari (sesudah shalat isya) menjelang besoknya disandingkan, di Rangas dan Dalam Pagar waktunya pagi-pagi menjelang siangnya disandingkan dan yang dimandikannya adalah kedua mempelai.
[10]Asmuni, op. cit, dalam ; www.karyaraji.blogspot.com
[11] http://kerajaanbanjar.wordpress.com
[12] Arijadi, op. cit, dalam www.MelayuOnline.com
[13] Ibid, Arijadi, dalam www.MelayuOnline.com. Setelah persiapan selesai calon pengantin duduk di atas lapik menghadapi saji-saji, paiyasan mencukur rambut-rambut halus sekitar dahi, pelipis, kening, dan kuduk. Setelah beberapa waktu pengantin turun ke tempat upacara mandi dengan iringan pembacaan Shalawat, di tempat upacara pengantin bersilih kain basahan kuning lalu duduk dengan kaki diluruskan ke arah timur. Paiyasan mengejemasinya, mengosok badanya dengan kasai temu giring, memapaikan mayang dan berkas daun kambatdan balinjuang ke atas kepala si gadis 3 kali berturut-turut diikuti pembantunya, menyiramkan air bunga, banyu yasin, air doa dan air sungai Kintanu. Setelah itu badab pengantin dikeringkan dan bersilih pakaian lalu naik kerumah untuk duduk kembali di atas lapik, Piayasan dan pembantu-pembantunya mendandaninya kemudian menepung tawarinya. Terakhir dibacakan Yasin, pengantin mengepal sedikit nasi ketan da memakannya, melempar kue apam dan cucur yang diperebutkan anak-anak (wawancara Alfani Daud dengan seorang Paiyasan di Kamasan).
[14]Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar (Diskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar), (Jakarta ; PT RajaGrafindo Persada, 1997), cet I, h. 295
[15] Idham, et al., op. cit, dalam ; www.MelayuOnline.com, lihat juga Syamsiar Seman, Pengantin Adat Banjar Kalimantan Selatan, (Banjarmasin ; Bina Budaya Banjar, t.th), h. 7
[16] Hasil penelitian Alfani, bahwa upacara mandi penganti terdapat berbagai variasi, di Dalam Pagar dan Kalampayan misalnya hanya calon pengantin perempuan yang dimandikan secara upacara, di Akar Bagantung disamping ada yang hanya pengantin perempuan terdapat pula yang memandikan kedua remaja yang akan kawin itu bersama-sama, di Rangas upacara seperti ini sudah tidak ada, tapi konon ceritanya sebelum tahun 1950 masih dilakukan orang yaitu suami dan istri dimandikan bersama-sama.
[17] Ibid, Idham, et al., dalam ; www.MelayuOnline.com, mengenai cara memandikannya menurut Alfani Daud, semuanya mungkin sama saja karena memang tidak diperoleh kasus kongkret.
[18] Arijadi, op. cit, dalam ; www.MelayuOnline.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar